Selasa, 24 Maret 2015

Tagged Under:

Menaklukkan Kegagahan Gunung Papandayan

By: DoniN On: 06.56
  • Share The Gag
  • Menaklukkan Kegagahan Gunung PapandayanPemandangan dari Gunung Papandayan (CNN Indonesia/Rizky Sekar Afrisia)
    Kabut masih menyelimuti puncak gunung Papandayan nan gagah. Langit masih gelap, warnanya biru keabuan terselimuti awan. Udara dingin menggigit. Asap putih keluar dari tiap embusan napas.

    Jarum jam masih menunjukkan pukul enam kurang. Kelompok-kelompok pendaki mulai berdatangan di Camp David, pos pertama pendakian Gunung Papandayan. Beberapa di antaranya dari Jakarta.

    Mereka baru menjalani perjalanan panjang. Sekitar pukul 10 malam, kelompok itu berangkat dari Kampung Rambutan, dengan bus menuju Garut. Bus tiba di Terminal Guntur pukul empat pagi.

    Dari situ, pendaki masih harus menumpang angkutan kota menuju pertigaan Cisurupan. Perjalanan belum berakhir. Dari Cisurupan, pendaki harus naik mobil bak terbuka menuju Camp David.

    Di sana, perlahan matahari muncul. Cahaya oranye kekuningan menyeruak kabut dan awan, menyingkap tabir yang menyelimuti keindahan pegunungan. Kegagahan gunung pun makin nyata.

    Seiring dengan langit yang semakin terang, langkah-langkah mulai terarah ke pendakian. Jalanan masih mudah dilalui. Berbatu-batu besar, tidak licin, pun tergolong landai. Di kanan kiri, ada rumpun semak berembun yang bisa dinikmati. Juga langit bersanding gunung yang benar-benar indah.

    Setelah sekitar satu jam perjalanan, asap kawah yang membumbung mulai tampak dekat. Bebatuan di jalanan mulai bercampur dengan warna putih dan kuning tanda ada kandungan belerang.

    Kawah Papandayan pun di depan mata. Medannya cukup terjal, berkelok dan naik-turun. Namun, itu lokasi paling favorit untuk berfoto. Asap kawah yang menari-nari menjadi latar belakangnya.

    Setelah melewati kawah, pendaki harus bekerja keras. Medan mulai menantang. Turunan terjal dan jalan setapak dengan hutan membekap, harus dilewati. Jalanan berubah menjadi tanah licin.

    Perjalanan seperti itu harus dilewati selama dua sampai tiga jam. Jika sudah mulai menjumpai batang-batang pohon kering yang tumbuh jarang-jarang, artinya perjalanan hampir berakhir.

    Selamat datang di Pondok Saladah. Area kemah itu cukup luas, sekitar 8 hektar. Tapi, jarang ada pendaki yang mendirikan tenda di lapangan berumput yang berada di tengah Pondok Saladah.

    Kebanyakan memilih menyembunyikan diri di tengah rimbun pepohonan. Medannya memang sedikit miring, tapi sensasi privasi di balik pepohonan jauh lebih mengasyikkan.

    Pondok Saladah bukan puncak Papandayan. Ketinggiannya hanya 2288 meter di atas permukaan laut, selisih ratusan meter dibanding puncak Papandayan yang tingginya 2665 mdpl.

    Eksplorasi keindahan

    Setelah mendirikan tenda, jangan lantas bermalas-malasan. Masih banyak soal Papandayan yang butuh dieksplorasi. Salah satu lokasi yang wajib dicoba, adalah Tegal Alun.

    Menuju ke sana memang tak mudah. Butuh sekitar satu jam perjalanan. Ada perbukitan cukup terjal yang harus dilewati. Namun, semua itu tidak membuat rugi. Pendaki akan melewati salah satu lokasi menarik, Hutan Mati. Tempat itu bertanah putih kapur, dan berisi banyak pohon yang mati kering.

    Hutan mati selalu bisa menahan langkah para pendaki. Ada nuansa mistis yang ditawarkan. Bersamaan dengan itu, Hutan Mati sekaligus memberikan keindahan di setiap sisinya. Hutan itu terbentuk akibat letusan-letusan Gunung Papandayan yang terakhir tercatat tahun 2002.

    Hutan Mati juga tempat indah untuk mengabadikan matahari terbit.

    Dari Hutan Mati, perjalanan menuju Tegal Alun masih panjang. Tanjakan-tanjakan terjal dengan medan tanah yang licin, menanti. Namun, upaya susah payah itu bakal terbayar setelah sampai.

    Tegal Alun merupakan padang luas yang dipenuhi rerumputan lembut dan hamparan rimbun edelweiss. Di sore hari, tempat itu dilingkupi kabut tipis, membuat suasana makin dramatis. Di pagi hari, titik-titik embun muncul dari setiap pucuk daun dan bunga.

    Waktu seakan berhenti di Tegal Alun. Pendaki bakal terpesona, sampai merasa tak ingin kembali ke perkemahan. Rumputnya nyaman untuk merebahkan badan, melupakan penat usai penanjakan.

    Waktu terbaik kembali dari perkemahan Pondok Saladah ke Camp David adalah pagi hari, usai matahari terbit. Di perjalanan pulang, berpuaslah merekam pemandangan indah Papandayan.

    0 komentar:

    Posting Komentar