Dirancang oleh arsitek bintang Frank Gehry, Museum Louis Vuitton akan menjadi rumah bagi koleksi seni publik dan koleksi seni pribadi. (Reuters/ Benoit Tessier)
Yayasan Louis Vuitton, sayap filantropis perusahan ritel fesyen internasional LVMH membuka museum seni seluas 41,441 kaki persegi di Paris. Museum seluas 41.441 kaki persegi atau sekitar 3.800 meter persegi tersebut dibuka untuk berbagi nilai budaya pada masyarakat umum. Dirancang oleh arsitek ternama Frank Gehry tempat ini akan menjadi rumah bagi koleksi seni publik dan koleksi seni pribadi.
Tak cuma itu, museum senilai US$ 130 juta atau sekitar Rp 1,5 triliun tersebut akan menjadi tempat pameran sementara dan pertunjukan bagi para seniman kontemporer. Museum akan secara resmi dibuka pada 27 Oktober.
Gaya Louis Vuitton 'memberi'
Bernard Arnault CEO LVMH mengatakan, Foundation Louis Vuitton adalah cara perusahaan mengembalikan keuntungan kepada kota. Bernard sendiri merupakan petinggi LVMH dengan kekayaan senilai US$ 30 miliar atau senilai Rp 361 triliun.
"Museum ini menunjukkan kami adalah warga yang sangat baik. Kami tidak hanya bekerja untuk keuntungan, tetapi juga untuk sesuatu yang transenden," katanya kepada CNN pada peresmian museum LV. Kesepakatan tersebut diwujudkan dengan memberikan museum beserta isinya untuk kota Paris dalam 55 tahun.
Louis Vuitton adalah bagian dari legiun rumah fesyen yang memberikan nama dan dana mereka untuk kegiatan artistik. Kegiatan sosial seperti itu sebelumnya dilakoni juga oleh brand mewah asal Italia, Furla. Demi mendukung seniman muda Italia bersama dengan Fondazione Prada mereka menciptakan pagelaran karya seni dan meyelenggarakan pameran kontemporer sejak tahun '90-an.
Sejumlah merek termasuk diantaranya Fendi yang dimiliki oleh LVMH, secara sukarela membiayai pemulihan berbagai monumen Romawi, seperti Medici di zaman modern ini. Bangunan museum itu sendiri memiliki kontribusi budaya, sama seperti benda-benda seni didalamnya.
Arsitek bintang
Gehry merupakan salah satu arsitek paling terkenal di dunia. Dia dikenal karena merancang pusat kebudayaan konvensional yang menarik seperti Museum Guggenheim di Bilbao, Spanyol, dan Walt Disney Concert Hall di Los Angeles yang merupakan mahakaryanya.
Masyarakat kota Paris sudah lebih dulu menyebut Museum LV dengan julukan 'kaca burung' dan 'gunung es'. Yayasan Louis Vuitton rancangan Gehry terinspirasi dari arsitektur kaca di era klasik Paris seperti Grand Palais. Rancangan tersebut seperti kapal yang memiliki gerakan, ibarat angin yang mendorong melalui layar.
Material kaca yang menyelubungi museum tersebut membuat bangunan memiliki perubahan karakter sepanjang hari karena cahaya yang datang dan pergi.
Namun, seperti halnya bangunan nontradisional di Paris, sejak Eiffel pada 1889 menuju bangunan Louvre Pyramid kaca rancangan I.M. Pei seratus tahun kemudian, bangunan Gehry menerima sejumlah pengaruh masa lampau.
"Perancis adalah negara di mana kami memiliki banyak manifestasi protes. Setiap kali Anda melakukan sesuatu orang akan menentang," kata Arnault. "Bahkan untk bangunan fantastis ini kami harus melalui banyak protes sebelum dapat menyelesaikannya."
Meski begitu, yayasan tersebut berharap bahwa Museum Louis Vuitton akan menjadi simbol negara seperti bangunan kontroversial yang mendahuluinya.
Tak cuma itu, museum senilai US$ 130 juta atau sekitar Rp 1,5 triliun tersebut akan menjadi tempat pameran sementara dan pertunjukan bagi para seniman kontemporer. Museum akan secara resmi dibuka pada 27 Oktober.
Gaya Louis Vuitton 'memberi'
Bernard Arnault CEO LVMH mengatakan, Foundation Louis Vuitton adalah cara perusahaan mengembalikan keuntungan kepada kota. Bernard sendiri merupakan petinggi LVMH dengan kekayaan senilai US$ 30 miliar atau senilai Rp 361 triliun.
"Museum ini menunjukkan kami adalah warga yang sangat baik. Kami tidak hanya bekerja untuk keuntungan, tetapi juga untuk sesuatu yang transenden," katanya kepada CNN pada peresmian museum LV. Kesepakatan tersebut diwujudkan dengan memberikan museum beserta isinya untuk kota Paris dalam 55 tahun.
Louis Vuitton adalah bagian dari legiun rumah fesyen yang memberikan nama dan dana mereka untuk kegiatan artistik. Kegiatan sosial seperti itu sebelumnya dilakoni juga oleh brand mewah asal Italia, Furla. Demi mendukung seniman muda Italia bersama dengan Fondazione Prada mereka menciptakan pagelaran karya seni dan meyelenggarakan pameran kontemporer sejak tahun '90-an.
Sejumlah merek termasuk diantaranya Fendi yang dimiliki oleh LVMH, secara sukarela membiayai pemulihan berbagai monumen Romawi, seperti Medici di zaman modern ini. Bangunan museum itu sendiri memiliki kontribusi budaya, sama seperti benda-benda seni didalamnya.
Arsitek bintang
Gehry merupakan salah satu arsitek paling terkenal di dunia. Dia dikenal karena merancang pusat kebudayaan konvensional yang menarik seperti Museum Guggenheim di Bilbao, Spanyol, dan Walt Disney Concert Hall di Los Angeles yang merupakan mahakaryanya.
Masyarakat kota Paris sudah lebih dulu menyebut Museum LV dengan julukan 'kaca burung' dan 'gunung es'. Yayasan Louis Vuitton rancangan Gehry terinspirasi dari arsitektur kaca di era klasik Paris seperti Grand Palais. Rancangan tersebut seperti kapal yang memiliki gerakan, ibarat angin yang mendorong melalui layar.
Material kaca yang menyelubungi museum tersebut membuat bangunan memiliki perubahan karakter sepanjang hari karena cahaya yang datang dan pergi.
Namun, seperti halnya bangunan nontradisional di Paris, sejak Eiffel pada 1889 menuju bangunan Louvre Pyramid kaca rancangan I.M. Pei seratus tahun kemudian, bangunan Gehry menerima sejumlah pengaruh masa lampau.
"Perancis adalah negara di mana kami memiliki banyak manifestasi protes. Setiap kali Anda melakukan sesuatu orang akan menentang," kata Arnault. "Bahkan untk bangunan fantastis ini kami harus melalui banyak protes sebelum dapat menyelesaikannya."
Meski begitu, yayasan tersebut berharap bahwa Museum Louis Vuitton akan menjadi simbol negara seperti bangunan kontroversial yang mendahuluinya.
0 komentar:
Posting Komentar