Driyarkara (1980) menyatakan bahwa manusia tidak hanya dapat menggagas, melainkan juga dapat mengekspresikan gagasannya. Manusia tidak mengalami kesulitan mengekspresikan gagasannya, dan manusia tidak dapat tidak mengekspresikan gagasannya. Apabila tidak ada pengekspresian gagasan maka tidak mungkin terjadi hubungan antarmanusia. Bidang-bidang kehidupan manusia seperti ekonomi , sosial politik, cinta dan lain-lain, semuanya memerlukan ekspresi. Manusia dapat hidup hanya dengan mengeskpresikan diri. Manusia dalam mengekspresikan diri itu terdapat ekspresi khusus yang disebut kesenian. Kekhususan itu karena dengan kesenian manusia mengekspresikan gagasan estetik atau pengalaman estetik. Kesenian merupakan penjelmaan pengalaman estetik.
Rohendi (1993) menyatakan bahwa dari hasil penelitian lintas budaya dan pra sejarah terbukti tidak ada kebudayaan yang didalamnya tidak menampung bentuk-bentuk ekspresi estetik. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pun sederhananya kehidupan manusia, bersamaan dengan pemenuhan kebutuhan primernya, mereka senantiasa menyempatkan dan mengupayakan memenuhi hasratnya dalam mengekspresikan pengalaman estetik serta menghayati wujud pengalaman estetik. Pada masa kehidupan primitif mereka secara spontan menari-nari sambil menyanyikan mantra-mantra pada saat akan berburu binatang. Mereka menari dan menyanyi itu dengan penuh penghayatan.
Pengalaman estetik adalah sesuatu yang niscaya timbul dalam hidup manusia. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak disadari, perhatian manusia banyak ditumpukkan pada pengalaman estetik. Sehari-hari manusia banyak memperoleh pengalaman estetik melalui kesenian. Berbusana, berhias, memilih barang-barang, berbicara, bergerak, dalam hal itu semuanya, manusia memperhatikan unsur-unsur estetik dalam kesenian. Sungguh pun waktu penghayatan terhadap pengalaman estetik hanya sesaat saja, namun pengalaman itu sangat membahagiakan manusia. Oleh karena itu manusia ingin mempertahankan kebahagiaan itu dengan memperpanjang, bahkan mengabadikan estetik yang tidak abadi itu.
Dengan demikian, kesenian sebagai ranah ekspresi estetik telah menyertai kehidupan manusia sejak awal hidupnya dan sekaligus juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari seluruh kehidupan manusia. Semuanya itu menunjukkan keunikan kesenian dan kesenian menjadi unsur kebudayaan yang bersifat universal (Cassirer 1987). Artinya kesenian itu menjadi kebutuhan hidup manusia, kapan pun dan dimanapun manusia itu berada.
Agar supaya berlangsung dan meningkat taraf hidupnya, manusia harus menempuh berbagai kebutuhan, yang berlaku secara universal (Rohendi 1997) yang dapat digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu (1) kebutuhan primer atau kebutuhan biologis yang kemunculannya bersumber pada aspek-aspek biologis dan organisme manusia; (2) kebutuhan sekunder atau kebutuhan sosial, yang mencerminkan manusia sebagai makhluk sosial, yang terwujud sebagai hasil dari usaha manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhan primer yang harus melibatkan orang lain dalam kehidupan sosial. (3) kebutuhan integratif, yang mencerminkan manusia sebagai makhluk yang beradab (berpikir, bermoral dan bercita rasa) yang mengintegrasikan kebutuhan menjadi suatu sistem yang dibenarkan secara moral, dipahami akal pikiran, dan dihayati dengan cita rasa.
Berekspresi estetik merupakan kebutuhan manusia yang tergolong ke dalam kebutuhan integratif. Kebutuhan integratif ini muncul karena ada dorongan dari dalam diri manusia yang secara hakiki senantiasa ingin merefleksikan keberadaannya sebagai makhluk yang beradab. Kebutuhan estetik secara langsung maupun tidak langsung terserap dalam kegiatan- kegiatan pemenuhan kebutuhan primer, sekunder maupun kebutuhan integratif lainnya yang berkaitan dengan perasaan baik dan tidak baik, adil dan tidak adil, serta masuk akal dan tidak masuk akal.
Sumber: http://damaiblog.wordpress.com/seni-dalam-kehidupan-manusia/
0 komentar:
Posting Komentar